MENJAUHI TEMPAT-TEMPAT YANG HARAM
Menjauhi tempat-tempat yang haram adalah sebuah keharusan, karena ia
mengandung berbagai macam bahaya. Yang dimaksud dengan tempat-tempat yang haram
adalah tempat-tempat yang dijadikan sarana perbuatan maksiat, atau di sana
diperjualbelikan barang-barang yang haram baik secara terang-terangan maupun
tersembunyi, legal maupun illegal, seperti: tempat pelacuran, perjudian,
bioskop yang memutar film-film haram, tempat penjualan atau penyewaan
barang-barang haram dan sejenisnya.
Hamba Allah yang beriman selalu berusaha menjaga keimanannya agar tidak
melemah dan terkikis. Diantara hal-hal yang dapat melemahkan iman adalah
mendekati tempat-tempat yang di dalamnya dilakukan perbuatan-perbuatan yang
haram.
Allah Ta’ala berfirman tentang salah satu sifat
hamba-hambaNya yang beriman:
وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ
مَرُّوا كِرَامًا
“…apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga
kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqan, 25: 72)
Bila perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah saja harus ditinggalkan,
apalagi dengan perbuatan-perbuatan yang haram.
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ
كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra,
17: 32)
Allah Ta’ala mengharamkan mendekati zina yakni melakukan
perbuatan yang dapat menjerumuskan kepada zina seperti berdua-duan dengan lawan
jenis yang bukan mahram, melihat aurat lawan jenis baik langsung atau melalui
media, atau mendekati tempat-tempat perbuatan zina.
Dari ayat di atas dapat dipahami secara tersirat bahwa mendekati
tempat-tempat yang dipastikan dapat menjerumuskan kita kepada perbuatan haram
hukumnya adalah haram.
Bahaya Mendekati Tempat-tempat yang Haram
Berikut ini adalah akhtharul iqtirab min amakinil muharramat (beberapa
bahaya mendekati tempat-tempat yang haram):
Pertama, itsarat asy-syahawat (menimbulkan gejolak syahwat). Hawa
nafsunya bangkit dan tergoda, padahal sebelumnya dapat terkendali.
Seseorang yang mendekati dan masuk ke tempat-tempat yang haram, cepat atau
lambat akan tergoda hatinya, dan hawa nafsunya menjadi sulit untuk dikendalikan.
Hal ini terjadi karena setan selalu menjadikan maksiat itu indah bagi yang
melihatnya terutama mereka yang lemah iman. Ditambah lagi hawa nafsu manusia
yang cenderung mengikuti hal-hal buruk dan merasa berat dalam mentaati
Allah Ta’ala.
وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ
أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ
“Syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan (buruk)
mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), padahal mereka adalah
orang-orang berpandangan tajam.” (QS. Al-Ankabut 29: 38)
Perhatikan bagaimana pengaruh tipu daya setan terhadap mereka? Allah Ta’ala menyatakan
bahwa orang-orang yang tadinya berpandangan tajam pun dapat terpengaruh dengan
tipuan setan sehingga mereka menganggap baik perbuatan buruk, atau minimal
menganggap bahwa mereka masih dapat bertobat sewaktu-waktu setelah melakukan
perbuatan maksiat. Lalu bagaimana dengan orang yang berpikiran picik?
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ
بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“…karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf, 12: 53)
Syahwat yang tergoda mengakibatkan idhthirabun nafsi (konsentrasi
dan ketenangan hati serta jiwa terganggu). Kemaksiatan yang dilihat terus
menerus akan mempengaruhi perasaan dan konsentrasi hati, lalu memalingkannya
dari perbuatan-perbuatan baik dan bermanfaat. Apabila hati sudah tergoda dengan
perbuatan haram, maka sewaktu-waktu akan muncul hasratnya untuk mencoba melakukannya
bila ada kesempatan. Dengan kata lain, gejolak syahwat yang timbul karena
mendekati tempat-tempat maksiat akan menyebabkan seseorang jatuh kepada
kemaksiatan ( al-wuqu’ fi al-ma’ashi).
Kedua, menimbulkan su’u dzannil akharin (menimbulkan
prasangka buruk orang lain).
Seorang muslim yang baik selalu berusaha agar dirinya tidak menjadi
penyebab orang lain berburuk sangka kepadanya. Hal ini dilakukan demi menjaga
ukhuwah islamiyyah dan kehormatan diri.
Suatu malam, Shafiyyah radhiyallahu ‘anha, salah satu istri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, datang ke masjid untuk
mengunjungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
sedang i’tikaf di masjid. Setelah berbicara dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, Shafiyyah pamit dan Rasulullah pun berdiri mengantarnya.
Saat beliau sedang berdua, ada dua orang sahabat Anshar yang melihat dan mereka
berjalan terburu-buru seperti menghindari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka beliau memanggil mereka dengan berkata:
((عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ فَقَالاَ: سُبْحَانَ
اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: ((إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ
الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا
سُوءًا أَوْ قَالَ شَيْئًا)).
“Tahan sebentar wahai sahabatku! Ini adalah Shafiyah binti Huyay istriku.” Mereka
menjawab: “Maha Suci Allah, ya Rasulullah (maksudnya: kami tidak punya
prasangka buruk kepadamu ya Rasulullah)”. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya
setan itu meyelusup dalam diri manusia seperti peredaran darah, aku khawatir ia
membisikkan hal-hal buruk ke dalam hati kalian atau mengatakan yang
bukan-bukan.” (HR. Bukhari).
Perhatikan bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berusaha
menghilangkan potensi kecurigaan dan prasangka buruk sahabat kepada beliau agar
persaudaraan dan ukhuwah ummat Islam tetap terjaga dengan baik. Padahal saat
itu beliau berada di masjid, tempat yang baik dan mulia.
Tentunya, kita lebih diharuskan untuk menghindari prasangka buruk orang
lain dengan menjauhi tempat-tempat yang jelas-jelas digunakan untuk melakukan
perbuatan yang haram. Oleh karena itu jika kita terpaksa harus memasuki atau
melewati tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kecurigaan saudara sesama
muslim, hendaklah kita tidak melewatinya sendirian, tetapi ajaklah kawan-kawan
kita yang baik agar kecurigaan itu tidak muncul sekaligus agar kita terjaga dan
tidak tergoda melakukan perbuatan yang haram.
Ketiga, al-wuqu’ fin-nadzhar al-muharram (terjatuh kepada
perbuatan melihat yang diharamkan oleh Allah Ta’ala).
Mendekati tempat-tempat yang haram khususnya tempat-tempat di mana aurat
dibuka tanpa rasa malu otomatis membuat kita mengotori mata dengan dosa (dan
bukan cuci mata).
((الْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ،
وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ)) [متفق عليه].
“Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang.” (Muttafaq
‘alaih).
Keempat, idh’aful-iman wa ‘adamu karahiyatul-ma’ashi (melemahkan iman
dan kehilangan kebencian kepada kemaksiatan).
Selalu memandang perbuatan yang haram di tempat-tempat haram tak pelak lagi
akan mengikis iman secara langsung. Karena iman itu bertambah dengan ketaatan
dan berkurang karena maksiat dan dosa. Agar keimanan tidak terkikis,
Islam mewajibkan muslim yang melihat kemunkaran untuk melakukan nahi munkar
sesuai dengan kesanggupannya, sehingga kebencian terhadap kemunkaran itu tetap
ada dalam hatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
((مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ)) (رواه مسلم عن أبي سعيد
الخدري رضي الله عنه).
“Siapa diantaramu melihat kemunkaran, maka ubahlah (cegahlah) ia dengan
tangannya, jika tidak sanggup maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup maka
dengan hatinya (tetap membencinya) dan itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim
dari Abu Sa’id Al-Khudri ra)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
((إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى
الطُّرُقَاتِ)) فَقَالُوا: مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا
نَتَحَدَّثُ فِيهَا. قَالَ: ((فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا
الطَّرِيقَ حَقَّهَا)) قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ؟ قَالَ: ((غَضُّ الْبَصَرِ
وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ عَنْ
الْمُنْكَرِ)).
“Jauhilah duduk-duduk di (pinggir) jalan!” Mereka
menjawab: “Kadang kami tak bisa menghindarinya ya Rasulullah karena
harus berbicara di sana”. Rasul bersabda: “Jika kamu tidak
dapat menghindarinya, maka berikan hak-hak jalan!” Mereka
berkata: “Apakah hak jalan itu?” Sabda Rasulullah Saw: “Menundukkan
pandangan, menahan diri (dari menyakiti orang lain), menjawab salam dan amar
ma’ruf nahi munkar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perintah menundukkan pandangan adalah untuk mencegah kita melihat
kecantikan atau aurat lawan jenis, perintah menahan diri adalah agar kita
terhindar dari ghibah atau menggunjing orang lain, perintah menjawab salam
adalah agar kita menghormati orang-orang yang lewat, dan amar ma’ruf nahi
munkar adalah agar kita menegakkan yang disyariatkan dan mencegah hal-hal yang
diharamkan.
Kelima, ‘urdhatun li su-il khatimah (terancam meninggal dalam su’ul
khatimah).
Orang-orang yang sering mendatangi tempat-tempat maksiat dan melakukan
kemaksiatan di dalamnya, peluangnya untuk meninggal dalam su’ul khatimah
menjadi semakin besar. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam.” (QS. Ali Imran 3: 102)
Tentunya kita tidak hanya ingin mati dengan berstatus muslim, namun kita
ingin meninggalkan dunia ini sebagai muslim yang sedang melakukan ketaatan
kepada Allah Ta’ala. Hal ini tidak mungkin dapat diwujudkan selain
dengan berusaha untuk mengislamkan kehidupan kita. Mengambil ajaran Islam dalam
setiap aspek kehidupan, tinggal dan mencintai tempat-tempat yang baik, menjauhi
perbuatan-perbuatan maksiat dan tempat-tempat yang haram. Ingatlah hadits
Rasulullah berikut ini:
((لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ
يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ…))
“Tidaklah beriman orang yang berzina tatkala ia berzina, tidaklah beriman
orang yang minum khamr tatkala ia meminumnya dan tidaklah beriman orang yang
mencuri ketika ia mencuri…” (HR. Bukhari Muslim)
Keenam, mashdarun li-intisyaril-ma’ashi fi al-mujtama’ (tempat maksiat
menjadi sumber tersebarnya maksiat tersebut ke tengah masyarakat).
Tempat-tempat maksiat dapat menjadi sumber tersebarnya kemaksiatan ke
tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Hal ini akan terjadi jika masyarakat
membiarkan tempat-tempat maksiat itu beroperasi tanpa ada upaya untuk
memberantasnya dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat. Apalagi bila
justru anggota masyarakat tersebut menjadi konsumen dan pelanggan tempat-tempat
haram itu, maka azab dari Allah bisa jadi akan ditimpakan kepada mereka.
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ
لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ
فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ)) (رواه الترمذي وقَالَ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ).
Dari Hudzaifah bin Yaman ra dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di
tangan-Nya, kalian harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau Allah akan
menurunkan hukuman dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan Dia tidak
mengabulkan doa kalian.” (HR Tirmidzi, beliau berkata: hadits ini
hasan).
Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk
menjadi hamba yang bertaqwa. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar